Review Buku 'Every Word You Cannot Say' karya Iain S.Thomas

Review Buku 'Every Word You Cannot Say' karya Lain S.Thomas

Resensi buku berjudul 'Every Word You Cannot Say' atau  "Setiap Kata yang Tak Bisa Diucapkan" adalah antologi puisi dan prosa yang ditulis oleh Iain S. Thomas. 


Buku ini diterbitkan pada 5 Maret 2019 oleh Andrews McMeel Publishing. Dalam untaian surat puitis yang menyentuh hati, Thomas mendorong pembaca untuk menerima luka, menumbuhkan rasa cinta pada diri sendiri, dan pada akhirnya, mengungkapkan "kata-kata yang sulit" agar pemulihan bisa dimulai. 


Buku setebal 232 halaman ini langsung menarik perhatian banyak orang, meraih skor 4,0 di Goodreads, dan menerima banyak apresiasi atas nuansa empatinya yang begitu terasa. 

Dalam perjalanan hidup, seringkali ada begitu banyak hal yang tidak terungkap. Ada ungkapan yang bisa saja tertahan bertahun-tahun, terkubur dalam diam, hingga akhirnya menjelma menjadi sesal di kemudian hari. Terkadang, menyampaikan apa yang kita rasakan terasa begitu sulit, sehingga kita memilih untuk menyampaikannya lewat perantara, contohnya seperti sekuntum bunga. Jalinan batin manusia selalu terhubung, tetapi pikiran dan ucapan seringkali tidak seiring sejalan.

 

Mungkin karena keadaan yang tidak mendukung, rasa takut melukai hati orang lain, atau karena momen yang kurang tepat. Padahal, perasaan itu sebaiknya diutarakan agar orang lain bisa mengerti dan untuk menghindari beban pikiran yang terus menghantui. Perasaan yang sangat pribadi seperti intuisi, firasat, atau penilaian, tidak mungkin dipahami oleh orang lain kalau kita tidak mengungkapkannya. Untuk membantu mengungkapkan perasaan yang terpendam, Iain S.

 

Thomas menulis sebuah buku berjudul "Every Word You Cannot Say" yang diterjemahkan oleh penerbit Renebook ke dalam bahasa Indonesia. Buku ini berisi kumpulan kata-kata yang mencerminkan perasaan banyak orang tentang cinta, asa, pandangan positif, dan berbagai emosi lainnya yang ada di dalam diri. Ini adalah sebuah kisah cinta yang dirangkai dengan indah, dilengkapi dengan kata-kata yang penuh makna. Pada umumnya, puisi memiliki pola rima dan susunan baris tertentu, seperti sektet, septima, oktav, atau soneta, tetapi karya ini berbeda.

 

Namun demikian, kata-katanya mengandung kekayaan unsur-unsur puisi. Setiap judulnya memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik yang kuat. Selain penggunaan bahasa yang indah, terdapat juga daya imajinasi yang kreatif dan gaya bahasa yang beragam. Unsur ekstrinsiknya pun sangat luas, menyentuh aspek psikologis, filsafat, hingga keyakinan spiritual. Iain S. Thomas banyak menyinggung tentang Tuhan, doa, dan takdir. 


Review Buku 'Every Word You Cannot Say' karya Iain S.Thomas




Kumpulan puisi dan refleksi karya Iain S. Thomas, 'Every Word You Cannot Say', hadir di tahun 2019. Lewat surat dan puisi yang jujur, buku ini menggali emosi serta pikiran yang kerap kali terpendam. Karya ini menjelajahi tema seputar cinta, kehilangan, dan perjalanan mencari jati diri, seraya memberikan semangat bagi mereka yang kesulitan meluapkan apa yang dirasakan. Kalimat pembuka dalam buku ini membangun nuansa introspeksi dan empati, menyentuh perasaan-perasaan tersembunyi dalam diri pembaca. 

Iain S. Thomas dikenal di seluruh dunia sebagai penulis, penyair, sekaligus seniman yang karyanya menyentuh hati dan bermakna dalam. Lebih dari sekadar seorang penulis, ia juga seorang pakar teknologi dan otak di balik Sounds Fun, sebuah studio kreatif yang fokus pada budaya kekinian, penemuan perasaan, dan pengalaman yang melibatkan interaksi. Karyanya kerap menggabungkan teknologi, cerita, dan kebudayaan. Proyeknya terdahulu, 'I Wrote This For You', diakui banyak orang sebagai pembuka jalan bagi populernya aliran puisi modern. 

Saat ini, Thomas punya tempat yang lain dari yang lain di dunia tulis-menulis. Latar belakangnya sebagai seorang ahli teknologi, ditambah keterlibatannya dalam proyek seperti "What Makes Us Human? "—sebuah eksplorasi spiritualitas yang dikerjakan bareng AI GPT-3—menjadikannya sosok yang menarik di persimpangan antara seni sastra konvensional dan budaya digital yang lagi naik daun. Meski ogah-ogahan mengakui dirinya sebagai penyair, lebih memilih menyebut karyanya sebagai "fragmen-fragmen yang menyumbang pada cerita yang lebih besar" dengan gaya bahasa yang indah, hasil karyanya jelas masuk ke dalam sub-genre modern yang populer disebut "Instapoetry. " Genre ini punya ciri khas berupa kalimat-kalimat pendek, lugas, seringkali disajikan dengan tampilan huruf yang menarik, dan mengangkat tema-tema universal, yang dirancang agar mudah dibagikan di media sosial seperti Instagram. 

Keputusan Thomas memulai bukunya dengan sapaan yang begitu intim dan menyentuh, seperti "Kuharap buku ini sampai ke tangan yang tepat. . . ", bukanlah sekadar rangkaian kata yang cantik. Ungkapan ini adalah sebuah undangan yang tulus, bahkan terasa seperti obat. Cara ini dengan segera membangun jalinan emosional yang kuat dengan para pembaca, mengubah buku tersebut menjadi lebih dari sekadar tulisan, namun juga menjadi sahabat yang memberikan semangat. Strategi ini menjadi ciri utama dari unsur "self-help" yang sering hadir dalam Instapoetry, di mana kebutuhan emosional pembaca dan kerinduan akan validasi langsung dipenuhi sejak halaman pertama. Penggambaran awal pengalaman pembaca semacam ini membuat mereka lebih reseptif terhadap tema-tema yang menghibur dan memberdayakan yang ada di dalam buku. 

Selain itu, keengganan Iain S. Thomas untuk menyebut dirinya seorang "penyair," meskipun hasil karyanya sering dikategorikan sebagai puisi, menyoroti adanya perbedaan pandangan antara pemahaman sastra konvensional dan gaya yang lebih kontemporer. Pendeskripsiannya atas karyanya sendiri sebagai "bagian-bagian yang mengarah ke narasi yang lebih besar" sangat cocok dengan ciri khas Instapoetry yang ringkas dan lugas. 

Hal ini mengindikasikan bahwa Thomas tidak terlalu mementingkan kesesuaian dengan pakem puitis yang sudah baku, melainkan lebih fokus pada pengaruh emosional dan kemudahan akses bagi pembaca. Pengalamannya di bidang teknologi dan inovasi kreatif semakin memperjelas pendekatannya: ia melihat kata-kata sebagai alat untuk membangun hubungan dan pengalaman, serupa dengan cara seorang ahli teknologi merancang antarmuka pengguna demi meningkatkan interaksi. Ini menjadikannya tokoh penting dalam dunia sastra yang hibrida, yang dengan berani mempertanyakan batasan-batasan genre yang ada. 

Review Buku 'Every Word You Cannot Say' karya Iain S.Thomas



Buku ini menggali lebih dalam dampak dari hal-hal yang tidak terucap, memahami bahwa banyak dari kita sering kesulitan mengungkapkan isi hati yang terdalam karena adanya kekhawatiran, luka batin, atau perasaan rentan. Thomas secara gamblang menjelaskan bahwa perasaan yang dipendam bisa menjadi "beban di jiwa," yang berpotensi mengganggu keseimbangan batin kita. Ia menyoroti urgensi untuk melepaskan emosi sebagai cara untuk pemulihan dan kemajuan, mengajak kita berani menghadapi rasa takut dan mengungkapkan kebenaran untuk meraih kemerdekaan serta menjadi diri sendiri. 

Pesan utamanya sangat kuat: "Kenyataannya, rasa sakit akibat kata-kata yang tidak terucapkan hanya akan menghantui sampai akhirnya Anda mengutarakannya. Kata-kata itu menyakitkan sampai orang yang seharusnya mendengar, akhirnya mendengarnya. " Ini menempatkan pengungkapan diri sebagai kunci untuk mencapai kelegaan dan hubungan yang tulus. 

Karya ini juga menyinggung kompleksitas hubungan sesama manusia, membahas tentang cinta, duka, dan jalinan perasaan rumit yang menyatukan kita. Buku tersebut mengakui bahwa relasi tersebut seringkali diwarnai oleh "hal-hal yang tak terucap," yang memicu miskomunikasi. Thomas mengajak para pembaca untuk merenungkan relasi yang mereka miliki serta menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat pada orang terdekat selagi ada waktu, menjadi sentilan untuk menghargai ikatan dan berkomunikasi secara terbuka. Ungkapan semacam "Jujur saja, kadang aku merasa seolah kita telah berusaha mencari satu sama lain di setiap kehidupan lampau, dan inilah titik terdekat yang pernah kita raih", menggambarkan betapa dalamnya hasrat emosional dan upaya untuk menjalin koneksi yang lebih intim. 

Di bagian penghujung bukunya, Thomas mengalihkan fokus pada kisah pencarian jati diri. Ia mengundang setiap pembaca untuk menyelami diri mereka sendiri, berani menghadapi rasa takut, keraguan, dan perasaan yang selama ini dipendam dalam-dalam. Penulis mendorong untuk mencintai diri apa adanya, menegaskan bahwa "tidak masalah jika kita tak punya semua jawaban dan tak apa untuk merasa rapuh. "

Review Buku 'Every Word You Cannot Say' karya Iain S.Thomas



Thomas sangat menekankan betapa dahsyatnya kekuatan ekspresi diri, menjelaskan bahwa dengan menerima dan mengungkapkan isi hati kita yang terdalam, kita bisa memulai proses pemulihan dan penerimaan diri sepenuhnya. Ia menyoroti pentingnya menjaga diri sendiri dan perlunya mengutamakan kesehatan mental dan emosional kita. Buku ini secara gamblang mengupas konflik batin, seperti "monster dalam pikiran" yang berbisik "Kamu tak cukup baik," serta menawarkan afirmasi positif tentang betapa berharganya diri kita dan pentingnya kasih sayang. Buku ini mengajak pembaca untuk "memaafkan diri sendiri atas segala yang terjadi—kamu tak bersalah dan hari esok adalah kesempatan baru. "

Banyak yang bilang, membaca buku ini seperti "mendapatkan sesi terapi yang benar-benar efektif" atau bahkan "asupan obat setiap hari". Pendapat-pendapat ini bukan sekadar kesan pembaca saja, tapi juga cerminan dari niat penulis dalam menyusun tema. Thomas dengan sengaja mengangkat isu-isu tentang kerapuhan diri, mencintai diri sendiri, dan kebebasan melalui ekspresi, merangkai kisah yang aktif berupaya menyembuhkan dan memahami pembacanya. Buku ini tidak hanya ingin diapresiasi sebagai karya seni semata; lebih dari itu, ia bertujuan memberikan sentuhan emosional dan ketenangan batin. Inilah yang menjadikan 'Every Word You Cannot Say' sebagai karya yang sangat signifikan dalam perkembangan gerakan "biblioterapi", di mana sastra dimanfaatkan untuk tujuan penyembuhan. 

Banyaknya sapaan langsung yang bisa kita temukan di sepanjang buku ini (seperti, "Aku tahu ada saatnya kamu enggan bicara," "Semoga kamu tak pernah berhenti mencari jati diri," atau "Benar, kan? ") dipadu dengan uraian tentang kecemasan yang kerap muncul ("Rasanya cuma aku yang mengalami ini,") berhasil menciptakan kesan mendalam bahwa kita semua merasakan hal yang sama. 

Pembaca jadi merasa 'diperhatikan' dan 'tidak sendiri'. Ini mengindikasikan bahwa tujuan utama Thomas adalah menjembatani jurang keterasingan dengan mengutarakan kerapuhan manusia yang serupa, sehingga penderitaan pribadi menjadi sesuatu yang bisa dilihat oleh orang banyak dan, karenanya, lebih mudah dihadapi. Ungkapan "kita semua" semakin menegaskan pengalaman kolektif dari perjuangan dan kerinduan ini. 

Buku ini sering kali menggunakan gaya percakapan yang terasa akrab, contohnya dengan kalimat seperti "Aku mengerti kok, ada saatnya kamu tidak ingin bicara" dan "Semoga kamu tidak berhenti mencari siapa dirimu sebenarnya," sehingga pembaca merasa dekat dan tidak sendirian. Inti dari buku ini adalah bagaimana kesepian yang dirasakan seseorang terhubung dengan kerapuhan yang dimiliki semua manusia, sehingga rasa sakit yang dialami menjadi lebih ringan karena dirasakan bersama. 

Ungkapan "kita semua" semakin menegaskan bahwa perjuangan dan kerinduan adalah pengalaman yang umum. Thomas sengaja menulis dengan gaya yang lugas dan mudah dicerna, agar buku ini bisa dinikmati oleh banyak orang. Ia menggambarkan bukunya sebagai sesuatu yang "terus terang dan bikin nagih seperti makan popcorn," yang menandakan bahwa ia menghindari penggunaan bahasa puitis yang rumit. 

Pengalamannya di bidang desain dan periklanan memengaruhi pilihan ini, karena ia mengutamakan komunikasi yang jelas. Cara ini membuat buku ini menarik bagi banyak orang dan memberikan efek menenangkan, serta sejalan dengan tren dalam sastra modern yang menekankan hubungan emosional yang erat. 

Dalam buku ini, bahasa yang dipakai terasa begitu hidup, sederhana, dan sarat dengan luapan perasaan, seolah bertujuan untuk menggugah hati serta membangun kedekatan yang erat dengan para pembaca. Tampilan visual buku ini pun sungguh memikat, menyuguhkan aneka gambar yang menarik di berbagai halamannya, serta ilustrasi yang tergambar jelas melalui rangkaian kata-katanya. Contohnya adalah puisi berbentuk tangan yang mendapat pujian karena penyampaiannya yang begitu baik dan mudah dinikmati. 

Kehadiran versi buku audio semakin memperkaya pengalaman dengan hadirnya beberapa narator serta tambahan efek suara latar, memberikan pendekatan yang melibatkan seluruh indra dalam menikmati teks. Penataan buku ini kerap kali menggunakan pengulangan frase atau tema tertentu, seperti daftar "kita semua," yang turut membangun kesan universal di dalamnya. 

Fokus pada daya pikat visual, representasi gambar yang memikat, dan bagaimana gambar disajikan bersama kata-kata mengisyaratkan bahwa elemen visual memegang peranan krusial dalam puisi-puisi di buku ini. Hal ini merupakan ciri khas Instapoetry, di mana aspek visual menjadi kebutuhan karena platform Instagram. 

Bahasa yang mudah dimengerti dan suportif dalam buku ini menghadirkan interaksi yang tulus, membuat pembaca merasa dimengerti dan dihargai dalam menghadapi tantangan yang seringkali susah untuk diutarakan. Fokus pada penerimaan diri dan keberanian untuk berpendapat menjadikannya alat untuk perkembangan diri dan kesejahteraan jiwa. Kekuatan buku ini untuk "mengambil alih setiap kalimat yang sulit Anda ucapkan dan mengungkapkannya" menandakan daya pikatnya yang unik sebagai wakil ekspresi diri bagi mereka yang berjuang. 

Review Buku 'Every Word You Cannot Say' karya Iain S.Thomas



Thomas berpendapat bahwa kata-kata harus dinikmati baik melalui pembacaan maupun penglihatan, dan penataan kata di halaman memengaruhi makna serta resonansi emosionalnya. Perspektif ini menggugat pandangan konvensional terhadap puisi, yang umumnya menganggap teks sebagai satu-satunya aspek terpenting. Digitalisasi mengubah cara ekspresi sastra, dan peningkatan pengalaman buku audio semakin menonjolkan pendekatan multi-modal, menjadikan aktivitas membaca pengalaman yang lebih kaya. 

Kesuksesan buku ini bisa juga dilihat sebagai gambaran betapa kita semua butuh validasi emosional di era serba digital ini. Banyak pembaca yang merasa "didengarkan" dan "tidak sendiri" – sebuah kebutuhan mendasar yang berhasil dipenuhi oleh 'Every Word You Cannot Say'. Di dunia digital yang makin terhubung, tapi seringkali bikin kita merasa terisolasi, banyak orang susah mengungkapkan kerapuhan diri dan merasa benar-benar dipahami. 

Gaya bahasa Thomas yang lugas dan penuh pengertian hadir mengisi kekosongan itu, menawarkan dukungan emosional yang gampang diakses. Ini membuktikan kalau larisnya buku ini bukan cuma karena isinya, tapi juga cara penyampaiannya, yang pas buat generasi yang terbiasa dengan konten singkat dan menyentuh emosi di media sosial. Kesuksesan ini merefleksikan kerinduan kita pada koneksi dan pengakuan yang tulus di tengah masyarakat yang terfragmentasi. 

Kesimpulan

'Every Word You Cannot Say' karya Iain S. Thomas menjadi sebuah karya yang sangat penting di dunia sastra masa kini, terutama dalam gerakan "Instapoetry," dengan memberikan penjelajahan yang penuh empati dan mudah dijangkau mengenai perasaan yang tidak terungkap, relasi antar manusia, serta proses menemukan diri sendiri. Perpaduan khas antara prosa berirama, komunikasi langsung, dan unsur visual berdampak kuat pada pembaca yang mencari hiburan, pengakuan, dan rasa "diperhatikan. " Nilai terapeutik dari buku ini dan fokusnya pada kekuatan ekspresi yang membebaskan menjadikannya aset berharga untuk kesejahteraan emosional dan perkembangan pribadi.

Kekuatan abadi karya ini terletak pada pesannya yang mendalam tentang kerapuhan, kejujuran, dan usaha untuk menerima diri sendiri meski keadaan sulit. Walaupun ada pendapat tentang gaya bahasa yang terlalu sederhana dan pengulangan, sentuhan emosionalnya sangat terasa bagi target pembaca—mereka yang sedang berjuang menghadapi perubahan hidup, merasa kurang percaya diri, atau bergulat dengan masalah kesehatan mental. Buku ini mungkin kurang menarik bagi kritikus sastra konvensional, namun sangat efektif dalam menjawab kebutuhan emosional spesifik para pembacanya. 

Kemampuannya untuk membuat pembaca merasa didukung dan memberikan afirmasi positif menunjukkan kesuksesannya dalam genre pengembangan diri atau puisi terapeutik. Keberhasilan ini mencerminkan pergeseran nilai dalam dunia sastra, di mana dampak emosional dan relevansi pribadi lebih dihargai daripada mengikuti standar sastra yang lama, terutama di era yang semakin menekankan kesehatan mental dan ekspresi diri. Singkatnya, 'Every Word You Cannot Say' adalah sebuah karya yang berupaya menawarkan ketenangan dan dorongan, mengingatkan para pembaca bahwa mereka "tidak sendirian" dan "lebih kuat dari yang mereka sadari. "

Ringkasan Isi & Struktur


Buku ini tidak dibagi dalam bab numerik melainkan rangkaian surat dan puisi bebas yang saling menjawab. Thomas membuka dengan “May this book find the person it needs to.”—sebuah doa agar tiap halaman tiba di pembaca yang tepat.

1. Pengakuan Rasa Sakit – paragraf‑paragraf awal menyoroti ketakutan untuk berbicara tentang trauma atau rasa tidak layak. 
2. Dialog Dengan Diri Sendiri – penulis menulis seakan pada sahabat dekat, membedah rasa sepi, cemas, dan harapan.
3. Ajakan Mencintai Diri – bagian tengah menonjolkan penerimaan dan self‑love, pesan yang juga diungkap di banyak kutipan viral buku ini.
4. Resolusi & Kebebasan – ditutup dengan seruan agar pembaca akhirnya mengekspresikan kata‑kata terpendam; “mereka hanya sakit sampai diucapkan.”


Kutipan Pilihan


“You can hide so much, you forget what it’s like to be found.” 

“You cannot fix me because I am not broken… even though everything has changed, I am still more than I’ve ever been.”

“Sometimes, you don’t think you deserve goodness.”


Mengapa Layak Dibaca


  • Bahasa sederhana namun emosional—mudah diakses pembaca pemula sastra.
  • Format fleksibel—dapat dibaca lompat halaman sesuai kebutuhan mood.
  • Terapi personal—sering direkomendasikan dalam komunitas kesehatan mental daring.

*****



Referensi yang digunakan di dalam ulasan:

brand-innovators.com
eomega.org
goodreads.com
overdrive.com
audible.com
medium.com
blinkist.com
lemon8-app.com
urbanoutfilters.com
books.apple.com
target.com
reddit.com
guardianbookshop.com





Review Buku 'Every Word You Cannot Say' karya Iain S.Thomas









Judul Rating Cerita & Ilustrasi Tebal Berat Format Tanggal Terbit Dimensi ISBN Penerbit
JudulEvery Word You Cannot Say Rating4.0 Cerita & IlustrasiIain S.Thomas Tebal230 halaman  Berat0.265 kg FormatHard Cover Tanggal Terbit15 Maret 2025 Dimensi19.7 x 13.5 cm ISBN9786236083307 PenerbitRenebook
Anda tertarik dengan buku ini?
Dapatkan buku ini di Marketplace maupun di Gramedia .com
Tokopedia
Shopee
Gramedia

Pesan dari

KATALOG BUKU

Buku pilhan lainnya:

Buku Terapi Emosi & Berdamai dengan Luka Batin - Anak Hebat Indonesia
Buku seri Self-Healing favorit.

Bingung ingin baca review buku apalagi? Silakan cari disini.

Kamu juga bisa temukan buku lain nya di Katalog Kami

Posting Komentar

0 Komentar

Ebook - Shopee

Review Buku Lain nya:

marquee image
- Books of The Month -
marquee image
- Berbagai ulasan buku dan novel yang bisa jadi referensi bu a t kamu sebelum membeli nya -
·.★·.·´¯`·.·★ 🅁🄴🄺🄾🄼🄴🄽🄳🄰🅂🄸 🄺🄰🄼🄸★·.·´¯`·.·★.·
Buku Terapi Emosi & Berdamai dengan Luka Batin - Anak Hebat Indonesia
Buku seri Self-Healing favorit.

Ebook - Tokopedia

Belajar Part of Speech Bahasa Inggris

Review Buku Lain nya:

Bingung ingin baca review buku apalagi? Silakan cari disini.